Mahram berasal dari kata ‘haram’ yang maksudnya adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi, baik keharaman itu bersifat selamanya maupun bersifat temporer.
Mereka yang haram dinikahi untuk selama-lamanya disebut dengan istilah Mahram Mu’abbad. Maksudnya, orang-orang yang masuk dalam kategori ini tidak boleh kita nikahi selama-lamanya, apapun yang terjadi. Misalnya, seorang wanita tidak boleh menikah dengan ayah kandungnya selama-lamanya. Sebab ayah kandung adalah mahram mu’abbad baginya.
Sedangkan mereka yang haram dinikahi untuk sementara / temporer disebut dengan Mahram Mu’aqqat. Artinya, orang-orang yang masuk dalam kategori ini tidak boleh ia nikahi dalam waktu sementara, karena adanya satu sebab yang melarang. Jika sebab tersebut sudah hilang, maka hilanglah pula kemahraman, yang akhirnya menjadikan keduanya boleh menikah.
Contoh Mahram Mu\’aqqat misalnya antara seorang wanita dengan abang iparnya. Selama iparnya masih menjadi suami dari kakak perempuannya, maka ia tidak boleh menikahi abang iparnya itu. Sebab, selama abang iparnya itu terikat pernikahan dengan kakak perempuannya, maka abang iparnya itu menjadi mahram mu\’aqaat baginya.
Sedangkan jika lelaki itu sudah tidak lagi menjadi iparnya, maka mereka boleh menikah. Misalnya jika abang iparnya itu sudah bercerai dari kakak perempuannya, atau jika kakak perempuannya sudah meninggal dunia. Sebab, ketika abang iparnya tidak lagi terikat pernikahan dengan kakak perempuannya, maka (mantan) abang ipar itu bukan lagi menjadi mahram mu\’aqqat baginya.
Maka, dalam satu waktu, wanita dilarang menikahi iparnya. Sedangkan di waktu yang lain ia boleh menikahi (mantan) iparnya itu.
Penting bagi wanita muslimah untuk mengetahui siapa saja mahramnya. Sebab itu memberikan banyak konsekwensi hukum. Adapun konsekuensi hukum antara mahram mu’abbad dengan mu’aqqat adalah sebagai berikut:
- Seorang wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang menjadi mahramnya, baik mahram mu’abbad maupun mu’aqqat.
- Seorang wanita juga boleh memperlihatkan sebagian auratnya pada mahram mu’abbad, namun tidak pada mahram mu’aqqat.
- Seorang wanita boleh berkhalwat dan bepergian berdua dengan salah satu dari mahram mu’abbad-nya, namun tidak demikian pada mahram mu’aqqat-nya.
Baca juga: Memberi Nama Janin yang Keguguran
Siapa Saja Laki-Laki Yang Menjadi Mahram Mu\’abbad Bagi Wanita?
Ada beberapa sebab yang menjadikan seorang wanita menjadi mahram mu’abbad bagi orang lain. Yakni sebab hubungan darah/nasab atau kekerabatan (Al-Qarabah), hubungan yang terjadi akibat pernikahan (mushaharah), dan hubungan persusuan (radha’ah).
Adapun dari jalur nasab, disebutkan dalam Al-Quran surah At-Thalaq ayat 23 disebutkan:
Artinya:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;…..”
Dalam ayat diatas disebutkan wanita-wanita yang menjadi mahram bagi seorang laki-laki, yakni:
- Ibu kandung,
- Anak perempuan,
- Kakak/adik perempuan,
- Kakak/adik perempuan dari ayah (Bibi dari pihak ayah)
- Kakak/adik perempuan dari ibu (Bibi dari pihak ibu)
- Anak perempuan dari kakak/adik perempuan (keponakan)
- Anak perempuan dari kakak/adik laki-laki (keponakan)
Baca juga: Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu
Ayat diatas secara tidak langsung menjelaskan pihak-pihak yang menjadi mahram mu’abbad bagi seorang wanita dari jalur Al-Qarabah, sebagai berikut:
- Ayah kandung, kakek kandung (ayahnya ayah /ayahnya ibu), dst.
- Anak laki-laki, Cucu laki-laki, dst
- Kakak/adik laki-laki,
- Kakak/adik laki-laki dari ayah (Paman dari pihak ayah)
- Kakak/adik laki-laki dari ibu (Paman dari pihak ibu)
- Anak laki-laki dari kakak/adik perempuan (Keponakan)
- Anak laki-laki dari kakak/adik laki-laki (Keponakan)
‘Paman’ yang dimaksud disini adalah laki-laki yang punya hubungan persaudaraan langsung dengan ayah atau ibu kita. Artinya ia merupakan kakak/adik dari ayah atau ibu. Baik si ‘Paman’ ini punya hubungan persaudaraan kandung, atau seayah tapi lain ibu, atau seibu tapi lain ayah. Dalam bahasa kita biasanya disebut: Paman Kandung dan Paman tiri.
Sedangkan ‘Keponakan’ yang dimaksud disini adalah anak laki-laki dari kakak/adik. Artinya, kita dengan orang tua si ‘Keponakan’ ini punya hubungan persaudaraan. Baik hubungan itu sekandung (seayah dan seibu), atau seayah tapi lain ibu, atau seibu tapi lain ayah.