Alaikum salam wr. wb.
Pada dasarnya kewajiban istri adalah melayani kebutuhan seksual suami, bahkan para ulama di dalam mazhab Asy-Syafi\’i mengatakan itulah satu-satunya kewajiban istri kepada suami.
Di dalam kitab hadits bertabur penjelasan Nabi SAW tentang hal itu.
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Bila seorang wanita melewati malamnya dengan menolak tidur dengan suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai shubuh. (HR. Bukhari dan Muslim)
إِذَا دَعَا الرَّجُل امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Bila suami mengajak istrinya berjima\’ tetapi istrinya menolak untuk melakukannya, maka malaikat melaknatnya hingga shubuh (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun juga perlu diketahui bahwa kewajiban ini juga bukan hanya semata kewajiban istri, tetapi suami pun juga punya kewajiban yang sama.
وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Dan istrimu punya hak atas dirimu (HR. Bukhari)
Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abu Ad-Darda’ untuk melakukannya dengan istrinya :
فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَصَل وَنَمْ وَائْتِ أَهْلَكَ
Puasalah tapi juga berbukalah. Lakukan shalat malam tapi juga tidur. Dan datangilah istrimu. (HR. Ad-Daruquthuny)
Bahkan melakukan \’azl pun dilarang kecuali dengan izin istri.
نَهَى رَسُول اللَّهِ عَنْ عَزْل الْحُرَّةِ إِلاَّ بِإِذْنِهَا
Rasulullah SAW melarang melakukan ‘azl atas istri yang merdeka, kecuali atas izinnya. (HR. Al-Baihaqi)
Dari Wajib Berubah Jadi Haram
Namun sesuai karakteristik syariat Islam, hukum-hukumnya sangat dinamis, sesuai dengan \’illatnya. Sebagaimana disebutkan dalam kaidah :
الحكم تدور مع العلة وجوبا وعدما
Hukum itu akan berubah sesuai dengan \’illatnya, ada atau tidak adanya.
Maka suatu kewajiban bisa saja kemudian berubah menjadi keharaman, atau sebaliknya. Semua dikaitkan dengan \’illat yang berlaku pada tiap kasusnya.
Dalam kasus yang Anda tanyakan, kewajiban melayani suami untuk melakukan hubungan seksual berubah menjadi keharaman, karena ada \’illat yang membuatnya menjadi haram.
Keharamannya adalah apabila dikhawatirkan terjadi madharat, yaitu istri yang sakit berbahaya dan menularkan penyakitnya itu kepada suaminya. Atau juga berlaku sebaliknya.
Misalnya istri atau suami mengidap penyakit yang berbahaya. Kalau sampai berhubungan badan dengan pasangannya, khawatir pasangannya itu akan tertular penyakit yang berbahaya itu.
Dalam hal ini istri atau suami itu justru berdosa kalau sengaja melakukan hubungan badan, apalagi dia tidak mengaku telah mengidap suatu penyakit. Dan pasangannya tidak tahu kalau dirinya beresiko menularkan penyakit yang berbahaya. Maka kesalahannya jadi berlipat.
Maka kita harus melihat kasus ini dengan lengkap, bila ada dua dalil yang saling bertabrakan, maka salah satunya lebih diutamakan. Dalam hal ini, kewajiban melayani suami dengan melakukan hubungan badan jadi gugur karena adanya madharat yang lebih besar, yaitu resiko menularkan penyakit.
Ada kaidah yang sering digunakan oleh para ulama, misalnya :
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Menolak mafsadat lebih diutamakan dari pada meraih kebaikan
الضرر يزال
Segala yang merusak itu dihilangkan
لا ضرر ولا ضرار
Tidak boleh memberi madharat atau menerima madharat
Catatan
Keharaman berhubungan badan antara suami istri hanya berlaku bila kekhawatiran itu berasalan kuat, dengan dasar kepastian dari dokter bahwa suami istri bisa saling menulari.
Namun manakala hanya berdasarkan asumsi saja, wajib atas keduanya untuk meminta kepastian dari pihak dokter. Sebab masalah semacam ini sangat peka, kalau pendekatannya kurang baik, bisa membuat rumah tangga jadi pecah.
Karena itu sebaiknya berpikir hati-hati, diskusikan dengan pasangan, dan tidak termakan gosip, hoaks atau pun sekedar latah ikut-ikutan informasi yang belum bisa dipastikan kebenarannya.
Semoga Allah SWT melindungi kita semua, Amin.
Wassalamu \’alaikum wr. wb.