Assalamu \’alaikum wr. wb.
Ketika seseorang meninggalkan kewajiban ibadah puasa, maka ada konsekuensi yang harus ia kerjakan. Konskuensi itu merupakan resiko yang harus ditanggung karena meninggalkan kewajiban puasa yang telah ditetapkan.
Adapun cara menggantinya ada dua macam, yaitu pertama adalah qadha‘ atau dengan mengganti berpuasa juga di hari lain. Yang kedua adalah dengan cara membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin.
Namun antara keduanya ini sifatnya bukan pilihan suka-suka. Masing-masing bentuk itu harus dikerjakan sesuai dengan alasan mengapa ia tidak berpuasa.
Kalau karena sakit atau musafir, maka tidak boleh menggantinya hanya dengan memberi makan fakir miskin. Sebab Al-Quran dengan tegas telah mengatur bahwa orang sakit dan musafir itu harus dengan cara berpuasa qadha\’ di hari lain.
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, (boleh tidak puasa), namun wajib menggantinya pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah : 184)
Sedangkan mengganti dengan cara membayar fidyah itu hanya apabila seseorang divonis tidak mampu berpuasa. Sebagaimana sambungan ayat di atas :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (QS. Al-Baqarah : 184)
Terjemahan ayat di atas itu menggunakan diksi : berat menjalankannya. Dan bisa juga diartikan tidak mampu atau tidak kuat untuk berpuasa.
Sebenarnya orang sakit dan orang musafir pun juga berat menjalankannya, bukan?
Lalu apa bedanya?
Bedanya bahwa yang dimaksud dengan berat menjalankannya itu sifatnya terus menerus, abadi dan untuk selamanya. Sedangkan orang sakit itu sifatnya hanya sementara. Begitu sudah selesai dari sakit, maka sudah tidak berat lagi, bukan?
Maka dia wajib menggantinya dengan cara berpuasa, bukan dengan sekedar membayar fidyah.
Begitu juga orang musafir, pada saat dia lagi safar memang terasa berat berpuasa. Tapi kalau sudah sampai di rumah, maka sudah tidak berat lagi. Maka dia pun juga wajib mengganti puasa dengan berpuasa di hari lain, bukan dengan membayar fidyah.
Terus yang boleh bayar fidyah saja itu yang bagaimana?
Membayar fidyah itu khusus hanya bagi mereka yang merasa berat untuk seterusnya seumur hidupnya. Bukan hanya untuk sementara waktu.
Lalu siapakah mereka? Siapakah yang dimaksud dengan orang yang berat atau tidak mampu berpuasa terus menerus?
1. Orang Sudah Meninggal Tapi Masih Punya Hutang Puasa
Bila seseorang meninggal dunia dengan membawa hutang puasa, maka tidak mungkin baginya untuk berpuasa.
Kenapa demikian?
Karena boleh jadi sebelum wafat dia mengalami sakit yang tidak sembuh-sembuh juga sampai akhir hayatnya.
Namun bila sakitnya cuma sementara saja, misalnya selama Ramadhan dia sakit, oke lah dia boleh tidak puasa. Tapi kalau nanti sembuh, barulah dia ganti puasanya.
Jadi selama masih ada harapan sembuh, maka belum boleh bayar fidyah dulu. Bayar fidyahnya nanti kalau sampai akhir hayatnya ternyata tidak sembuh-sembuh juga.
Secara logika, dia berhutang puasa. Namun untuk mengganti dengan cara berpuasa di hari lain pun tidak bisa, sebab dia masih sakit terus. Sampai akhirnya dia menutup mata.
Barulah pada saat itu ditetapkan bahwa semua hutang puasanya itu kudu dibayarkan dengan cara mengeluarkan fidyah kepada fakir miskin.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj : 78)
Sedangkan orang sakit yang masih ada harapan sembuh, maka dia harus membayar hutang puasanya itu dengan puasa qadha’ di hari lain.
2. Orang Tua Renta
Contoh lain orang yang dibolehkan mengganti hutang puasa dengan membayar fidyah adalah orang tua renta atau orang sudah sangat lemah dan fisiknya sudah tidak kuat lagi untuk mengerjakan ibadah puasa.
Untuk puasa Ramadhan saja dia sudah tidak kuat, tentu untuk menggantinya juga pasti tidak kuat juga. Disitulah dia mengganti puasa dengan membayar fidyah.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan keluasannya. (QS. Al-Baqarah : 286)
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ t قَالَ: رُخِّصَ لِلشَّيْخِ اَلْكَبِيرِ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkata, ”Telah diberikan keringanan buat orang tua renta untuk berbuka puasa, namun dia wajib memberi makan untuk tiap hari yang ditinggalkannya satu orang miskin, tanpa harus membayar qadha’. (HR. Ad-Daruquthny dan Al-Hakim)
Wallahua\’lm bishsawab, wassalamu \’alaikum wr. wb.